Beranda | Artikel
Anak Zina?
Sabtu, 29 September 2018

ANAK ZINA?

Pertanyaan.
Assalamu’alaikum Ustadz. Zaman sekarang banyak orang yang menikah karena sebelumnya sudah melakukan perbuatan zina, walaupun tidak hamil diluar nikah. Saya pernah dengar bahwa pernikahan seperti itu tidak sah sebelum bertaubat. Bagaimana jika pasangan tersebut saat menikah belum taubat? Apakah beberapa waktu kemudian mengulangi akad lagi setelah dia bertaubat? Yang tentunya susah untuk dilakukan, takut fitnah dan lain-lain. Bagaimana jika pasangan tersebut sudah terlanjur nikah dan punya anak? Terus bagaimana statusnya menikah dengan wanita hasil zina? Ada pendapat tidak boleh menikahinya. Soalnya sekarang, banyak anak hasil zina? Apakah mereka ndak boleh menikah. Syukran.

Jawaban.
Wa’alaikum salam warahmatullah wabarakatuh.
Perlu diketahui bahwa permasalahan sah atau tidak sahnya pernikahan pezina yang belum taubat adalah masalah yang diperselisihkan oleh para Ulama. Sebagian Ulama mengharamkannya dan jika terjadi, maka hukumya tidak sah menurut mereka. Sebagian lagi berpendapat boleh dan jika terjadi maka otomatis sah. Dan pendapat yang kedua ini lebih kuat –wallâhu a’lam-.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak menikahi kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman. [An-Nur/24:3]

Sebab turunnya ayat ini adalah kisah Martsad al-Ghanawi saat membawa tawanan di Mekah. Di sana ada seorang pelacur bernama ‘Anaq dan dulunya merupakan pacar Martsad. Martsad mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam dan bertanya apa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam boleh menikahi ‘Anaq? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam diam, lalu turunlah ayat di atas. Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam memanggil Martsad dan membacakan ayat dan bersabda, “Jangan kamu menikahinya.” [HR. Abu Dawud, no. 2.051, dihukumi shahih oleh al-Albani]

Penyusun Kitab ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, al-‘Azhimabadi menjelaskan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil bahwa tidak halal bagi pria untuk menikahi wanita yang tampak berzina. Hal itu ditunjukkan oleh ayat dalam hadits, karena di akhir ayat disebutkan, ” dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman.”[1]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Menikahi wanita pezina hukumnya haram sampai dia taubat, baik, dia sendiri yang mezinainya atau orang lain. Ini adalah pendapat yang benar tanpa diragukan lagi.”[2]

Berdasar pendapat yang dipilih ini, jika pernikahan tersebut sudah terjadi, wajib bagi keduanya untuk mengulangi akadnya setelah ada taubat. Akad pernikahan bisa dilakukan dengan lebih sederhana antara mempelai pria dan wali wanita dan dihadiri kalangan terbatas yang dipahamkan bahwa hal itu dilakukan untuk maslahat bersama dan kebaikan dunia akhirat. Ini yang lebih hati-hati.

Anak yang lahir dari pernikahan tersebut juga dianggap sebagai anak yang sah karena adanya syubhat dan perbedaan pendapat dalam masalah ini.

Adapun anak yang lahir dari zina adalah hamba Allâh yang  tidak menanggung dosa pezina. Dia memiliki hak dan kewajiban seperti hamba Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang lain. Termasuk dalam hal ini, hak menikah dan dinikahi.

Wallâhu A’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] ‘Aunul Ma’bûd 6/34.
[2] Majmû’ Fatâwa Ibnu Taimiyyah, 32/110.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9828-anak-zina.html